A. PENDAHULUAN
Sejak zaman dahulu manusia telah memiliki banyak pengetahuan. Pengetahuan-pengetahuan tersebut merupakan pengalaman pribadi seseoarang atau sekelompok orang. Pengalaman-pengalaman itu ada yang berasal dari temuan diri sendiri, dan ada pula hasil temuan orang lain. Baik temuan diri sendiri maupun temuan orang lain tentu berkaitan dengan bagaimana cara seseorang atau kelompok itu menemukan pengetahuan itu. Pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan indera manusia tentu mengalami kelemahan, baik kelemahan pada alat indera maupun pada penarikan kesimpulan. Untuk itulah perlu adanya pemahaman tentang pengetahuan. Pemahaman tersebut dapat berupa ruang lingkup pengetahuan, bagaimana cara mendapatkan pengetahuan, dan bagaimana pula untuk mendapatkan pengetahuan yang berdasarkan metode ilmiah. Pengetahuan yang didapatkan dengan cara-cara ilmiah tentu akan menghasilkan pengetahuan yang dapat dipercaya dan bertahan cukup lama.
Sehubungan dengan itu dalam filsafat kita mengenal bagian-bagiannya, yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi membicarakan objek-objek apa yang menjadi pembicaraan suatu ilmu, epistemologi membicarakan bagaimana suatu ilmu didapat, sedangkan aksiologi bagaimana pemanfaatan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Begitu pentingnya epistemologi sebagai suatu ilmu yang membicarakan asal-usul dan cara mendapatkan pengetahuan, maka perlu dilakukan pengkajian mengenai epistemologi.
Dalam perspektif filsafat, bahwasanya ilmu adalah pengetahuan yang didapat dengan metode keilmuan, sehingga seorang ilmuan harus memiliki pemahaman metode ilmu dan mampu memanfaatkannya sebagai media untuk menghasilkan suatu temuan-temuan baru atau pengembangan-pengembangan baru dari sebuah ilmu pengetahuan yang telah diakui eksistensinya oleh segenap ilmuan yang menekuni disiplin ilmu tertentu.
Ilmu, secara kuantitatif dapat dikembangkan oleh masyarakat keilmuan secara keseluruhan, meskipun secara kualitatif beberapa orang jenius seperti Newton atau Einstein, merumuskan landasan-landasan baru yang mendasar. Ini berarti bahwa siapapun yang berpengetahuan berhak dan dapat menjadi ilmuan dengan tetap berjalan di jalur aturan-aturan ilmiah maupun prinsip-prinsip yang telah diwariskan oleh para ilmuan terdahulu.
Ilmu, secara kuantitatif dapat dikembangkan oleh masyarakat keilmuan secara keseluruhan, meskipun secara kualitatif beberapa orang jenius seperti Newton atau Einstein, merumuskan landasan-landasan baru yang mendasar. Ini berarti bahwa siapapun yang berpengetahuan berhak dan dapat menjadi ilmuan dengan tetap berjalan di jalur aturan-aturan ilmiah maupun prinsip-prinsip yang telah diwariskan oleh para ilmuan terdahulu.
B. PENGERTIAN STRUKTUR ILMU.
“Ilmu” berasal dari bahasa ‘Arab “alima” sama dengan kata dalam bahasa Inggris “Science” yang berasal dari bahasa Latin “Scio” atau “Scire” yang kemudian di Indonesiakan menjadi Sains (Sidi Gazalba, Jakarta 1973. h. 54). A. Thomson dalam Sidi Gazalba menggambarkan “Ilmu adalah pelukisan fakta-fakta pengalaman secara lengkap dan konsisten dalam istilah-istilah yang sesederhana mungkin, . pelukisan secara lengkap dan konsisten itu melalui tahap pembentukan definisi, melakukan analisa, melakukan pengklasifikasian dan melakukan pengujian”(Sidi Gazalba, Jakarta 1973. h. 54-55).
Jujun S. Suriasumantri menggambarkannya dengan sangat sederhana namun penuh makna “Ilmu adalah seluruh pengetahuan yang kita miliki dari sejak bangku SD hingga Perguruan Tinggi”(Jujun S Suriasumantri,1990, h. 19). Beerling, Kwee, Mooij dan Van Peursen menggambarkannya lebih luas “Ilmu timbul berdasarkan atas hasil penyaringan, pengaturan, kuantifikasi, obyektivasi, singkatnya, berdasarkan atas hasil pengolahan secara metodologi terhadap arus bahan-bahan pengalaman yang dapat dikumpulkan.”(Beerling, Kwee, Mooij, Van Peursen, Yogyakarta, 1990, h. 14-15).
Sehingga dengan demikian, ilmu adalah kumpulan pengetahuan secara holistik yang tersusun secara sistematis yang teruji secara rasional dan terbukti empiris. Ukuran kebenaran Ilmu adalah rasionalisme dan empirisme sehingga kebenaran ilmu bersifat Rasional dan Empiris.
Pengetahuan yang diproses menurut metode ilmiah merupakan pengetahuan yang memenuhi syarat-syarat keilmuan dan dengan demikian dapat disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu. Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang mempunyai sifat menjelaskan berbagai gejala alam sehingga akan memudahkan manusia memanfaatkan gejala alam tersebut bersdasarkan penjelasan-penjelasan yang ada. Dengan adanya penjelasan tersebut akhirnya kita dapat meramalkan atau memprediksi kejadian-kejadian yang akan datang. Selain itu pula dengan ilmu itu kita akan dapat melakukan tindakan pengawasan atau pengontrolan terhadap apa yang kita lakukan berdasarkan ilmu tersebut.
Fungsi ilmu/pengetahuan ilmiah:
- Menjelaskan
- Meramal
- Mengontrol
Sebagai contoh: Pengetahuan tentang kaitan antara hutan gundul dengan banjir memungkinkan kita untuk bisa meramalkan apa yang akan terjadi sekiranya hutan-hutan terus ditebang sampai tidak tumbuh lagi. sekiranya kita tidak menginginkan timbulnya banjir sebagaimana diramalkan oleh penjelasan tadi maka kita harus melakukan kontrol agar hutan tidak dibiarkan menjadi gundul. Demikian juga, jka kita mengetahui bahwa hutan-hutan tidak ditebang sekiranya ada pengawasan, maka untuk mecegah banjir kita harus melakukan kontrol agar kegiatan pengawasan dilakukan, agar dengan demikian hutan dibiarkan tumbuh subur dan tidak mengakibatkan banjir. Pengetahuan tentang kaitan antara hutan gundul dengan banjir memungkinkan kita untuk bisa meramalkan apa yang akan terjadi dan berdasarkan ramalan tersebut kita bisa melakukan upaya untuk mengontrol agar ramalan itu menjadi kenyataan atau tidak.
Empat jenis pola penjelasan:
- deduktif : mempergunakan cara berpikir deduktif dalam menjelaskan suatu gejala dengan menarik kesimpulan secara logis dari premis-premis yang telah ditetapkan sebelumnya.
- probabilitas : merupakan penjelasan yang ditarik secara induktif dari sejumlah kasus yang dengan demikian tidak memberi kepastian dimana penjelasan bersifat peluang seperti “kemungkinan”, “kemungkinan besar”, atau “hampir dapat dipastikan”.
- fungsional/teleologis : merupakan penjelasan yang meletakkan sebuah unsur dalam kaitannya dengan sistem secara keseluruhan yang mempunyai karakteristik atau arah pekembangan tertentu.
- genetik : mempergunakan faktor-faktor yang timbul sebelumnya dengan menjelaskan gejala yang muncul kemudian. Penjelasan Genetis; Yaitu menjawab pertanyaan "mengapa" dengan apa yang terjadi sebelumnya. Misalnya untuk menerangkan mengapa seorang anak mempunyai tipe rambut tertentu, yakni dengan memakai faktor keturunan yang dihubungkan dengan karakteristik orang tua si anak tersebut.
“Struktur” adalah cara bagaimana sesuatu disusun atau dibangun; susunan; bangunan. Van Peursen menggambarkan lebih tegas bahwa “Ilmu itu bagaikan bangunan yang tersusun dari batu bata. Batu atau unsur dasar tersebut tidak pernah langsung di dapat di alam sekitar. Lewat observasi ilmiah batu-batu sudah dikerjakan sehingga dapat dipakai kemudian digolongkan menurut kelompok tertentu sehingga dapat dipergunakan.
C. SKEMA STRUKTUR DAN PROSES PENGETAHUAN ILMIAH
TEORI
Pengetahuan ilmiah yang telah ditemukan dari pengujian hipotesis yang diterima tersebut menghasilkan teori-teori. Teori merupakan pengetahuan yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan.
Misalnya dalam ekonomi kita mengenal teori ekonomi makro, dalam fisika kita mengenal teori relativitas Einstein, dan sebagainya. Teori-teori dalam pengetahuan ilmiah bukanlah teori secara keseluruhan suatu ilmu tertentu, melainkan teori yang sebatas apa yang diketahui itu. Teori-teori yang sangat berkaitan umumnya kita temukan dalam ilmu-ilmu sosial, dimana antar satu teori akan berkaitan dengan teori yang lain. Sebenarnya tujuan akhir dari tiap disiplin keilmuan adalah mengembangkan sebuah teori keilmuan yang bersifat utuh dan kosisten, namun hal ini baru dicapai oleh beberapa disiplin keilmuan saja seperti umpamanya fisika.
HUKUM
Sebuah teori terdiri dari hukum dan prinsip. Hukum merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua variabel atau lebih dalam suatu hubungan sebab akibat atau kausalitas. Misalnya hukum ekonomi yang membahas hubungan sebab akibat antara permintaan, penawaran dan harga. Dengan adanya hukum ini kita juga dapat meramalkan apa yang akan terjadi dan bagaimana mencegahnya serta mencari jalan keluar dari suatu masalah. Jadi ternyata pengetahuan ilmiah juga dapat mengungkap atau mencari tahu sebab suatu masalah terjadi dan mengetahui akibat apa yang akan ditimbulkan dari masalah itu.
Hukum yang ada dalam teori ini harus memiliki tingkat keumuman yang tinggi. Artinya berlaku umum dan bukan saja pada masa dan kelompok masyarakat tertentu saja, misalnya hukum ekonomi itu berlaku untu semua tempat dan pada waktu yang umum pula. Usaha yang dilakukan untuk mengembangkan tingkat keumuman agar lebih tinggi dilakukan dengan menyatukan teori yang tingkat keumumannya masih rendah dengan teori umum yang mampu mengikat keseluruhan teori-teori tersebut. Dengan demikian semakin tinggi tingkat keumumannya maka sebuah konsep tersebut semakin teoritis. Misalnya : Dalam teori ilmu ekonomi mikro umpamanya kita mengenal hukum permintaan dan penawaran: bila permintaan naik sedangkan penawaran tetap maka harga akan naik, bila penawaran naik namun permintaan tetap maka harga akan turun. Maka dapat disimpulkan bahwa : Teori adalah pengetahuan ilmiah yang memberikan penjelasan tentang “mengapa” suatu gejala-gejala terjadi sedangkan hukum adalah memberikan kemampuan kepada kita untuk meramalkan tentang “apa” yang mungkin terjadi. Dimana Teori dan Hukum merupakan “alat” kontrol gejala alam yang bersifat universal. Teori-teori yang tingkat keumumannya rendah disatukan menjadi satu teori yang mampu mengikat keseluruhan teori-teori tersebut. Misalnya Teori yang dikemukakan oleh Ptolomeus, Copernicus, Johannes Keppler kemudian disatukan kedalam sebuah teori yang dikemukakan oleh Newton.
Namun teoritis saja dalam kenyataannya sulit untuk diterapkan, maka para ilmuan mengembangkan suatu konsep yang disebut konsep dasar dan konsep terapan atau ilmu dasar dan ilmu terapan. Ilmu murni merupakan kumpulan teori-teori ilmiah yang bersifat dasar dan teoritis yang belum dikaitkan dengan masalah kehidupan yang bersifat praktis. Ilmu terapan merupakan aplikasi ilmu murni kepada masalah-masalah kehidupan yang mempunyai manfaat praktis. Penelitian murni atau penelitian dasar adalah penelitian yang bertujuan untuk menemukan pengetahuan baru yang sebelumnya belum pernah diketahui.
Penelitian terapan adalah penelitian yang bertujuan untuk mempergunakan pengetahuan ilmiah yang telah diketahui untuk memecahkan masalah kehidupan yang bersifat praktis. Penelitian terapan inilah yang nantinya menghasikan teknologi-teknologi. Dalam ilmu-ilmu social pada umumnya maka pengembangan hukum-hukum ilmiah sukar sekali dilakukan “ pada hakikatnya telah ditinggalkan” untuk tujuan meramalkan, ilmu-ilmu sosial mempergunakan metode proyeksi, pendekatan struktural, analisis kelembagaan (Institusional) atau tahap-tahap perkembangan.
a. Proyeksi; yaitu bentuk ramalan yang dapat didasarkan atas ekstrapolasi atau proyeksi. Ramalan ini mempelajari kejadian terdahulu dan mebuat pernyataan tentang hari depan. Dan ramalan seperti ini sering menggunakan faktor peluang.
b. Struktur; yaitu ramalan yang didasarkan atas struktur dari benda atau intuisi atau manusia yang bersangkutan. Misalnya kenaikan pangkat pada ketentaraan, dari kopral lalu menjadi sersan dan seterusnya.
c. Institusional; yaitu yaitu ramalan yang didasarkan oleh institusi beroperasi.
Seorang ahli sosial bangsa Amerika, Ruth Benedict, waktu perang dunia ke-2 diminta oleh Departemen Penerangan Amerika Serikat untuk mempelajari bangsa Jepang. Dia tidak pernah mengenal ataupun berkunjung ke Jepang. Namun dengan menyelidiki institusi-institusi sosialnya, dia dapat meramalkan secara tepat bagaimana kelakuan bangsa Jepang jika mereka dikalahkan, serta bagaimana cara angkatan bersenjata Amerika Serikat harus bertindak untuk mengontrol kelakuan tersebut agar selaras dengan yang dikehendaki oleh Amerika.
Seorang ahli sosial bangsa Amerika, Ruth Benedict, waktu perang dunia ke-2 diminta oleh Departemen Penerangan Amerika Serikat untuk mempelajari bangsa Jepang. Dia tidak pernah mengenal ataupun berkunjung ke Jepang. Namun dengan menyelidiki institusi-institusi sosialnya, dia dapat meramalkan secara tepat bagaimana kelakuan bangsa Jepang jika mereka dikalahkan, serta bagaimana cara angkatan bersenjata Amerika Serikat harus bertindak untuk mengontrol kelakuan tersebut agar selaras dengan yang dikehendaki oleh Amerika.
PRINSIP
Dalam teori pengetahuan dikenal pula prinsip yaitu sebagai pernyataan yang berlaku secara umum bagi sekelompok gejala-gejala tertentu, yang mampu menjelaskan kejadian yang terjadi. Dengan adanya prinsip ini maka tidak sukar bagi kita untuk mempelajari ilmu tersebut termasuk memperaktekkannya. Sebagai contoh adalah prinsip ekonomi yaitu mendapatka keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Prinsip-prinsip ini dapat dijadikan pegangan dalam melakukan praktek ilmu tersebut.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam teori terdapat hukum dan prinsip Kedua-duanya merupakan hal yang penting sebagai acuan atau pedoman dalam melakukan tindakan yang berhubungan dengan ilmu tersebut. Beberapa disiplin keilmuan sering mengembangkan apa yang disebut postulat dalam menyususn teorinya. Postulat merupakan asumsi dasar yang kebenarannya kita terima tanpa dituntut pembuktiannya. Kebenaran ilmiah pada hakikatnya harus disahkan lewat sebuah proses yang disebut metode keilmuan. Postulat ilmiah ditetapkan tanpa melalui prosedur ini melainkan ditetapkan secara begitu saja. Dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya postulat merupakan anggapan yang ditetapkan secara sembarang dengan kebenaran yang tidak dibuktikan. Sebuah postulat dapat diterima sekiranya ramalan yang bertumpu kepada postulat kebenarannya dapat dibuktikan.
Asumsi merupakan pernyataan yang kebenaranya secara empiris dapat diuji. Asumsi harus dibuktikan kebenaranya, sebab dengan asumsi yang tidak benar, maka kita akan memilih cara yang tidak benar pula. Demikian juga dengan bermacam-macam teori lainnya yang tersedia dalam khasanah pengetahuan ilmiah. Kita harus memilih teori yang terbaik dari sejumlah teori-teori yang ada berdasarkan kecocokan asumsi yang dipergunakannya. Itulah sebabnya dalam pengkajian ilmiah seperti penelitian dituntut untuk menyatakan secara tersurat postulat, asumsi, prinsip serta dasar-dasar pikiran lainnya yang dipergunakan dalammengembangkan argumentasi.
D. KESIMPULAN
Dari seluruh paparan yang ada, dapat disimpulkan bahwa struktur ilmu merupakan sebuah mekanisme kerja ilmu yang terdiri dari komponen-komponen yang satu sama lain saling terkait dalam upaya mencari suatu kebenaran dari sebuah pengetahuan yang kemudian dapat disebut sebagai ilmu. Adapun fungsi struktur ilmu adalah sebagai system yang memproses hipotesis dari suatu masalah yang dimunculkan, kepada kenyataan yang membenarkan atau menolak hipotesis tersebut. Jika sesuai dengan hipotesis maka jadilah ia sebagai temuan ilmiah atau prinsisp-prinsip sebuah pengetahuan ilmiah dan atau yang disebut sebagai ilmu. Adapun jika ternyata menolak hipotesis, maka berhentilah sampai di situ saja.
Dapat disimpulkan bahwa suatu pengetahuan disebut ilmiah bila memenuhi tahap-tahap tertentu dalam mendapatkannya. Temuan tersebut dilakukan dengan indera atau pengalaman yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan akal pikiran. Hasil dari temuan itu menjadi khasanah ilmu pengetahuan yang berisi teori-teori yang bersifat teoritis atau praktis atau terapan.. Dalam teori tersebut terdapat hukum dan prinsip dengan unsur-unsur pengamatan, sasaran dan kesadaran. Dengan ilmu pengetahuan inilah kita dapat menjelaskan, meramalkan dan mengontrol ilmu tersebut. Terkait dengan pengertian dan fungsi dari struktur ilmu, sangatlah tidak berlebihan jika struktur ilmu dianggap sebagai sebuah metode yang harus dimiliki oleh siapapun yang berkecimpung di bidang pengetahuan, sehingga akan dapat membedakan antara pengetahuan biasa dan pengetahuan yang didapat melalui metode ilmu. Selain itu dengan penguasaan struktur ilmu, memungkinkan juga bagi siapapun untuk menjadi seorang ilmuan yang selalu inten dalam pengembangan pengetahuan.
Sebagai saran adalah sebagai berikut. Pertama, selaku orang terpelajar maka kita hendaknya bersikap ilmiah dalam memahami sesuatu atau mengeneralisasi suatu masalah atau temuan dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, sudah sepantasnya kita dalam merumuskan kebijakan atau keputusan secara empirik dan rasional sehingga apa yang kita rumuskan betul- betul tepat sasaran. Ketiga, patut dipahami dan dilaksanakan bahwa sesuatu yang ada di dunia hanya milik Tuhan dan dialah yang maha tahu, manusia tidak akan dibiarkan dalam ketidaktahuan itu, Dia telah menunjuki jalan memalalui para Nabi. Keempat, mendekatkan diri kepada Tuhan adalah perlu, karena ada kalanya apa yang kita putuskan atau yang kita lakukan bukanlah semata hasil dari metode ilmiah, intuisi, atau petunjuk Tuhan melainkan godaan yang datangnya dari syaiton.
Sebagai saran adalah sebagai berikut. Pertama, selaku orang terpelajar maka kita hendaknya bersikap ilmiah dalam memahami sesuatu atau mengeneralisasi suatu masalah atau temuan dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, sudah sepantasnya kita dalam merumuskan kebijakan atau keputusan secara empirik dan rasional sehingga apa yang kita rumuskan betul- betul tepat sasaran. Ketiga, patut dipahami dan dilaksanakan bahwa sesuatu yang ada di dunia hanya milik Tuhan dan dialah yang maha tahu, manusia tidak akan dibiarkan dalam ketidaktahuan itu, Dia telah menunjuki jalan memalalui para Nabi. Keempat, mendekatkan diri kepada Tuhan adalah perlu, karena ada kalanya apa yang kita putuskan atau yang kita lakukan bukanlah semata hasil dari metode ilmiah, intuisi, atau petunjuk Tuhan melainkan godaan yang datangnya dari syaiton.
DAFTAR PUSTAKA
Beerling, Kwee, Mooij, Van Peursen, 1990, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta, Tiara Wacana
Jujun S Suriasumantri,1990, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan
Jujun S. Suria Sumantri, Ilmu Dalam Perspektif, Jakarta Yayasan Obor Indonesia, 1997
Prasetya, Filsafat pendidikan, Jakarta: Pustaka Setia, 2003.
Prasetya, Filsafat pendidikan, Jakarta: Pustaka Setia, 2003.
Sadulloh, Uyoh, Pengantar Fisafat Pendidikan, Bandung: Alphabeta, 2003.
Sidi Gazalba Drs,1973, Sistematika Filsafat, Buku 1, Jakarta, Bulan Bintang
TUGAS FILSAFAT ILMU
STRUKTUR PENGETAHUAN ILMIAH
Kelompok II :
DWI PUSPITASARI
DEPI PUJIYANTI
IRRA DWI PURWITA
IIN ANDINI
PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA
PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
TAHUN 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar